salam redaksi
Add caption |
sapa redaksi & pemimpin
(Ahmad
Zairosi)
Pemimpin redaksi
Asslamualaikum
warohmatullahhi wabarokatuh
Jejak, langkah adalah historis yang sayang bila habis dan
terkikis, jangan sampai melangkah tanpa ada tujuan biar tak hilang bau sejarah
yang dulunya tergambar, seperti majalah
dinding MUM (miftahul ulum media) sebuah nama yang di reka tanpa rekayasa yang terdapat tinta oleh tapakan pena yang
bermuara sehingga kita dapat bersua dan berbagi cerita.
Mungkin sekarang MUM agak sedikit
berbeda dari tahun-tahun yang sebelumnya yang tak mengurangi rasa penasaran
para pembaca yang akan selalu menyimaknya ini semua demi miftahul ulum media
lebih jaya.
Langkah pertama kami mulai dari
pemuka. Yang di barisan terdepan untuk memutuskan perkara. Yang dijadikan
tumpuan oleh para penduduK bangsa. Yang harus berbanting tulang membangkitkan
para jelata. Karena pemimpin adalah peran kehidupan dunia.
Wassalamu
alaikum
redaksi
Mif-ul media
BIOGRAFI ULAMA
SYEKH YUSUF AL – MAKASSARI
Ulama yang anti kolonialisme
Seorang
ilmuwan, sufi, penulis, dan komandan pertempuran abad ke-17, Beliau
adalah Tuanta’ Salama’ ri Gowa Syekh Yusuf Abul Mahasin Al-Taj
Al-Khalwati Al-Makassari Al-Banteni. Ketika Kesultanan Gowa mengalami kalah perang terhadap Belanda, Syekh Yusuf pindah ke Banten dan diangkat menjadi mufti di sana. Pada periode ini Kesultanan Banten menjadi
pusat pendidikan agama Islam, dan Syekh Yusuf memiliki murid dari
berbagai daerah, termasuk 400 orang asal Makassar yang dipimpin oleh Ali
Karaeng Bisai.
Ketika pasukan Sultan Ageng dikalahkan Belanda tahun 1682,
Syekh Yusuf ditangkap dan diasingkan ke Srilangka pada bulan September
1684. Di Sri Lanka, Syekh Yusuf tetap aktif menyebarkan agama Islam,
sehingga memiliki murid ratusan, yang umumnya berasal dari India
Selatan. Salah satu ulama besar India, Syekh Ibrahim ibn Mi’an, termasuk
mereka yang berguru pada Syekh Yusuf. Melalui jamaah haji yang singgah
ke Sri Lanka, Syekh Yusuf masih dapat berkomunikasi dengan para
pengikutnya di Nusantara, sehingga akhirnya oleh Belanda, ia diasingkan
ke lokasi lain yang lebih jauh, Afrika Selatan, pada bulan Juli 1693.
Pada masa
hidupnya sampai sekarang, Syekh Yusuf al-Makassari dikenal pada empat
negeri, yaitu Kesultanan Banten (Jawa Barat), Tanah Bugis-Makassar
(Sulawesi Selatan), Caylon (Srilanka) dan Cape Town (Afrika Selatan).
Beliau adalah peletak dasar kehadiran komunitas Muslim di Caylon dan
Afrika Selatan. Malah beliau dianggap sebagai bapak pada beberapa
kumpulan masyarakat Islam di Afrika Selatan yang berjuang mewujudkan
persatuan dan kesatuan untuk menentang penindasan dan paham adanya
perbedaan kulit dan etnis. Bagi warga Cape Town, Dia tidak hanya diakui
sebagai ulama, namun juga pejuang bagi rakyat Afrika Selatan. Daerah
tempat tinggal Syekh Yusuf di Cape Town diberi nama sebagai kawasan
Macassar untuk menghormati tempat asalnya. Syekh Yusuf al-Makassari
telah menjadi kebanggaan Islam pada masa kini. Beliau bukan lagi sekedar
milik orang Bugis di Sulawesi Selatan, atau milik masyarakat Islam di
Afrika Selatan dan Ceylon, tetapi beliau telah tercatat sebagai pejuang
kemanusiaan oleh Nelson Mandella (Presiden Afrika Selatan) pada tahun
1994, dan sebagai pahlawan Nasional dan pejuang kemerdekaan oleh
Soeharto (Presiden RI) bulan November 1995. Penghargaan yang diberikan
kepadanya karena perjuangan beliau semasa hidupnya, baik sebagai seorang
pejuang atau mujahid dakwah maupun sebagai ulama atau tokoh cendekiawan
Islam. Beliau selama hidupnya dianggap duri dalam daging oleh penjajah
barat di Nusantara.
Menurut
Lontara warisan kerajaan Kembar Gowa dan Tallo masa kelahiran Syekh
Yusuf adalah pada 3 Juli 1628 M, bertepatan dengan 8 Syawal 1036 H.
Riwayat atas penetapan tanggal tersebut telah menjadi riwayat tradisi
lisan masyarakat di Sulawesi Selatan sehingga semua kajian yang
berkenaan dengan masalah itu sudah menjadi kesepakatan. Ini berarti masa
lahir beliau setelah dua puluh tahun pengislaman kerajaan kembar Gowa
dan Tallo oleh seorang ulama dari Minangkabau, Sumatera Barat, yaitu
Abdul Makmur Khatib Tunggal yang digelari dengan Datuk ri Bandang,
Sebagai manusia biasa, ia dilahirkan ke persada bumi ini melalui seorang
ayah dan seorang ibu. Dalam “Lontara Riwayat Tuanta Salamaka ri Gowa,
dinyatakan dengan jelas bahwa ayahnya bernama Gallarang Moncongloe,
saudara seibu dengan Raja Gowa Sultan Alauddin Imanga‘rang’ Daeng
Marabbia, Raja Gowa yang paling awal masuk Islam dan menetapkannya
sebagai agama resmi kerajaan pada tahun 1603 M. Sedang ibunya bernama
Aminah binti Dampang Ko’mara, seorang keturunan bangsawan dari Kerajaan
Tallo, kerajaan kembar dengan Kerajaan Gowa.
Syekh Yusuf
meninggal pada tanggal 23 Mei 1699 pada usia 73 tahun. banyak versi yang
diyakini sebagai makam beliau selain di Macassar Faure (Afsel),
Lakiung-Gowa, Banten, Palembang, Srilanka dan talango-Madura. Tapi makam
Syekh Yusuf yang sebenarnya ada di Lakiung ujar sejarawan Prof. Anhari
Gonggong. (Ia dimakamkan di Lakiung pada hari Selasa, 12 Zulhidjah 1116
H.) Masih menjadi pertanyaan besar, di mana sesungguhnya jenazah Syekh
Yusuf dimakamkan. Di masing-masing makam tersebut, masyarakat sekitar
sangat meyakini jenazah Syekh Yusuf berada di makam setempat.
Seorang
ulama besar tidak mungkin lahir dengan sendirinya, tanpa melalui
tempaan-tempaan yang berat. Termasuk tempaan dalam mencari ilmu.
Mengetahui guru-gurunya juga sebagai pemetaan jaringan ulama dan corak
paham kegamaan yang dikembangkannya. Begitu juga dengan Syekh Yusuf :
Sejak agama
Islam menjadi pengangan masyarakat di tanah Bugis, sistem pendidikan
awal kepada anak-anak mereka adalah menyampaikan ayat-ayat al-Quran
al-Karim melalui cara tradisional dalam pengajaran baca tulis al-Quran.
Maka Syekh Yusuf al-Makassari pun tidak lepas dengan sistem itu. Sejak
kecil beliau mulai diajarkan hidup secara Islam.
Beliau
dididik menurut tradisi Islam, diajari bahasa Arab, fikih, tauhid dan
ilmu-ilmu keagamaan lainnya sejak dini. Sebagai seorang putera keluarga
bangsawan dia berkesempatan mengenyam pendidikan yang sangat bagus
dengan belajar kepada ulama-ulama ternama pada zamannya, termasuk
berkesempatan menimba ilmu di pusat-pusat pendidikan ternama pada
zamannya.
Salah satu
pusat pendidikan keagamaan yang bagus pada waktu itu berada di Cikoang,
yang saat itu merupakan perkampungan para guru-guru agama. Mereka adalah
keluarga-keluarga sayyid Arab yang diyakini sebagai
keturunan (dzurriyat) Rasulullah Muhammad SAW. Pada usia 15 tahun
Muhammad Yusuf belajar di Cikoang pada seorang sufi, ahli tasawuf,
mistik, guru agama, dan dai yang berkelana yaitu Syeikh Jalaludin
al-Aidit, selain itu beliau mendapatkan pendidikan mengenai bacaan
al-Quran melalui seorang guru mengaji yang bernama Daeng ri Tasammang
hingga khatam al-Qur’an.
Setelah
fasih membaca al-Quran, beliau dibawa oleh orang tuanya ke pondok
Pesantren Bontoala untuk menuntut ilmu-ilmu Islam dan ilmu alat, seperti
Nahw, sarf, Balaghah, dan Mantiq. Pondok atau pusat pendidikan Bontoala
yang didirikan pada tahun 1634, pada masa itu dipimpin oleh seorang
ulama yang berasal dari Yaman yang bernama Syed Ba’Alawy bin Abdullah,
yang dikenal sebagai al-Allamah Tahir.
Setelah
beliau menamatkan pelajarannya di pondok pesantren Bontoala, gurunya
Syed Ba’ Alawy menyarankan kepadanya agar terus melanjutkan pengajian di
pondok Cikoang. Ada beberapa tahun lamanya Syekh Yusuf belajar di
pondok Cikoang di bawah bimbingan dan asuhan Syekh Jalaluddin. Karena
kecemerlangan dan kecerdesan otaknya dalam mengikuti pengajian,
akhirnya beliau disarankan oleh gurunya untuk meneruskan pelajarannya di
Jazirah Arabia. Walaupun hidup di lingkungan istana, namun semangat
untuk menuntut ilmu tidak padam oleh tawaran-tawaran kehidupan enak ala
istana. Di usia yang masih tergolong remaja (18 tahun), beliau berencana
menuntut ilmu ke Makkah.
Sebelum
niatan itu terwujud, ada satu adat saat itu yang “harus dipenuhi” oleh
Syekh Yusuf sebagai bagian dari keluarga kerajaan, yaitu supaya
membekali diri dengan berguru kepada “Para Paku Bumi” di 3 gunung (G.
Latimojong wilayah kerajaan Luwu, G. Balusaraung wilayah kerajaan Bone,
G. Bawakaraeng wilayah kerajaan Gowa) sebagai puncak 3 kerajaan yang
memiliki ciri khas dan tradisi budaya tersendiri.
Tepat pada
tanggal 22 September 1644 diusia 18 tahun Yusuf muda berangkat menumpang
kapal melayu, dengan tujuan menuntut ilmu-ilmu Islam di Jazirah Arabiah
terutama di Mekah dan Madinah sebagai pusat pendidikan Islam pada masa
itu. Oleh karena jalan pelayaran niaga pada waktu itu mesti melalui laut
Jawa dan transit di Banten,Dalam persinggahan inilah ia berkenalan
dengan ulama dan tokoh agama serta orang-orang besar di Banten, Disini
dia bersahabat dengan Pangeran Surya anak dari Sultan Mufahir Mahmud
Abdul Kadir, Sultan kerajaan Banten pada masa itu.
Kemudian dia
berangkat ke Aceh dan berguru pada Syekh Nuruddin Ar-Raniri salah
seorang penasihat Sultonah Shofiyatuddin, raja perempuan Aceh. Syeikh
Nuruddin Ar-Raniri adalah negarawan, ahli fikih, teolog, sufi, sejarawan
dan sastrawan penting dalam sejarah Melayu pada abad ke-17. Yang lahir
di Ranir Gujarat India, setelah dari Aceh lalu beliau melanjutkan
perjalanannya ke Timur Tengah untuk melaksanakan ibadah Haji sekaligus
berguru dengan ulama disana.
Negeri Yaman
adalah persinggahan beliau pertama dan berguru kepada Sayed Syekh Abi
Abdullah Muhammad Abdul Baqi bin Syekh al-Kabir Mazjaji al-Yamani Zaidi
al-Naqsyabandy. Lalu ke kota Zubaid berguru kepada Syekh Maulana Sayed
Ali al-Baalawiyah Gurunya yang kedua ini adalah seorang muhaddits dan
tokoh sufi, dan beliau lebih dikenal sebagai ulama Ahl al-Sunnah wa al-Jamâ’ah di negeri Yaman pada zamannya.
Musim haji
pun tiba maka beliau berangkat ke Mekkah. Setelah menunaikan ibadah Haji
maka beliau berangkat ke Madinah untuk menziarahi makam Rasulullah SAW.
Sekaligus meneruskan pengajiannya di sana. Beliau berguru kepada Syekh
Ibrahim Hasan bin Syihabuddin al-Kurdi al-Kaurani. dan Hassan al-Ajamiy.
Dari situ
Yusuf muda masih melakukan perjalanan studinya ke Negeri Syam (Damaskus)
kepada Syekh Abu al-Barakat Ayyub bin Ahmad bin Ayyub al-Khalwati
al-Qurasyi seorang tokoh dakwah dan ulama Sufi serta pakar hadits yang
amat masyhur di zamannya, disini Syekh Yusuf mendapatkan predikat “Summa
Cum Laude” bergelar Tajul Khalwati Hadiyatullah. tercatat juga bahwa
beliau mempelajari tarekat Dasuqiyah, Syaziliyah, Hasytiah, Rifaiyah,
al-Idrusiyah, Suhrawardiyah, Maulawiyah, Kubrawiyah, Madariyah,
Makhduniyah.
Disini terkesan beliau memiliki pengetahuan yang tinggi. Mungkin
bobot ilmu seperti itu, disebut dalam lontara versi Gowa berupa
ungkapan (dalam bahasa Makassar): tamparang tenaya sandakanna (langit
yang tak dapat diduga), langik tenaya birinna (langit yang tak
berpinggir), dan kappalak tenaya gulinna (kapal yang tak berkemudi).
Untuk
melengkapi pengalamannya, beliau melanjutkan perjalanan ke Istambul
(Turki). Selepas beliau menimba banyak pengalaman di Istambul, beliau
cenderung kembali ke Mekah dan tinggal beberapa lama di sana. Di
samping tujuan beribadah juga untuk mengkaji ulang ilmu pengetahuan yang
telah diperolehnya selama dalam pengajian. Pada masa inilah beliau
gunakan kesempatan mengajar kepada pelajar-pelajar yang berasal dari
Nusantara dan memberi pengajian umum di masjid al-Haram pada musim haji
kepada jamaah haji, terutama mereka yang berasal dari tanah Bugis
(Sulawesi Selatan).
Di antara
murid-murid beliau yang mendapat kepercayaan mengajarkan ilmu-ilmu yang
diterimanya di Mekah ialah Abu al-Fath Abdul Basir al-Darir (Tuang
Rappang), Abdul Hamid Karaeng Karunrung dan Abdul Kadir Majeneng. Mereka
adalah berasal dari Sulawesi Selatan, dan mereka inilah yang menghidup
suburkan tarekat Khalwatiyyah Syekh Yusuf di tanah Bugis.
Cara-cara
hidup utama yang ditekankan oleh Syekh Yusuf dalam pengajarannya kepada
murid-muridnya ialah kesucian batin dari segala perbuatan maksiat dengan
segala bentuknya. Dorongan berbuat maksiat dipengaruhi oleh
kecenderungan mengikuti keinginan hawa nafsu semata-mata, yaitu
keinginan memperoleh kemewahan dan kenikmatan dunia. Hawa nafsu itulah
yang menjadi sebab utama dari segala perilaku yang buruk. Tahap pertama
yang harus ditempuh oleh seorang murid (salik) adalah mengosongkan diri
dari sikap dan perilaku yang menunjukkan kemewahan duniawi. Ajaran Syekh
Yusuf mengenai proses awal penyucian batin menempuh cara-cara moderat.
Kehidupan dunia ini bukanlah harus ditinggalkan dan hawa nafsu harus
dimatikan sama sekali. Melainkan hidup ini harus dimanfaatkan guna
menuju Tuhan. Gejolak hawa nafsu harus dikuasai melalui tata tertib
hidup, disiplin diri dan penguasaan diri atas dasar orientasi ketuhanan
yang senantiasa melingkupi kehidupan manusia. Hidup, dalam pandangan
Syekh Yusuf, bukan hanya untuk menciptakan keseimbangan antara duniawi
dan ukhrawi. Namun, kehidupan ini harus dikandungi cita-cita dan tujuan
hidup menuju pencapaian anugerah Tuhan. Dengan demikian Syekh Yusuf
mengajarkan kepada muridnya untuk menemukan kebebasan dalam menempatkan
Allah Yang Mahaesa sebagai pusat orientasi dan inti dari cita, karena
hal ini akan memberi tujuan hidup itu sendiri.
Pemikiran
tasawuf yang ia kembangkan menegaskan peran tasawuf yang besar dalam
pembentukan karakter keberagamaan Islam di nusantara. Beberapa
ajarannya, yaitu Makna Tasawuf Hubungannya dengan Akidah, Konsep Tauhid
dan Wahdatul Wujud,Konsep Ma’rifat dan Haqiqat, Makna
Zikrullah, Wujud Tuhan dan Bayang-Bayang, Karamah, Mu’jizat dan
Istidraj, dan Al-Insan al-Kamil, memberikan pengaruh besar dalam
keberagamaan umat Islam di Nusantara.
Syekh Yusuf
adalah ulama yang produktif menulis, kitab-kitab yang ditulisnya
merupakan prasasti ilmu bagi generasi setelahnya. Setidaknya, terdapat 7
karya penting dari beliau, menurut Abu Hamid dalam bukunya Syekh Yusuf
seorang Ulama, Sufi dan Pejuang menyebutkan 7 kitab tersebut adalah: (1)
Kaifiyat al-munghi Wal Istbat (2) Safinat an-Najat (3) Hablu al-warid
li Sa’adat al-Murid (4) al-Barakat as-Sailaniyah (5) an-Nafhati
as-Sailaniyah (6) Mathalib as-Salikin (7) Risalat Ghayah al-Ikhtisar.
Berbeda
dengan Abu Hamid, Nabilah Lubis dalam Syekh Yusuf al-Taj Khalwati
al-Makassari menemukan sedikitnya 25 kitab karangannya yang di tulis era
Banten dan Ceylon. Terlepas dari perdebatan berapa jumlah pasti karya
Syekh Yusuf, yang pasti masih banyak yang tersisa dari Syekh Yusuf, baik
berupa semangat perjuangannya menumpas kedzaliman, maupun belantara
ilmu yang masih tercecer. Tinggal bagaimana kita saja, apakah kita
bersedia mengais untuk memunguti keutamaan, kearifan, keteladanan, dan
ilmu-ilmu dari beliau. Atau malah kita melupakan dengan menggusur
bangunan makamnya karena dipenuhi oleh dampak yang dinilai kurang baik
dan diganti dengan Mall atau hotel, seperti yang dilakukan oleh Saudi
terhadap tempat bersejarah yang terdapat di Makkah.
Syekh Yusuf
adalah seorang tokoh besar yang memberikan sumbangsih luar biasa bagi
peradaban Islam di Nusantara. Keluasan ilmu yang beliau peroleh melalui
kontak ilmu pengetahuan dengan pusat-pusat keilmuan Islam telah
membentuk pribadinya sebagai pemikir dan penulis muslim. Pemikirannya
yang brilian adalah sebuah warisan emas bagi bangsa Indonesia,
khususnya umat Islam.
KISAH HIKMAH
HATI
YANG TAK BERBENTUK
Al
kisah, pada suatu hari seorang anak SMP tidur lalu bermimpi. Dalam mimpinya,
seolah-olah setiap orang bisa melihat bentuk hati di dada orang lain termasuk hatinya
sendiri. Sekilas, ia sangat mengagumi dan terheran-heran dengan suasana ini.
Lalu, anak SMP itu mengalihkan pandangan kedadanya sendiri, ia sangat bangga ketika
melihat hatinya berbentuk merah jambu utuh dan berkilauan. “Hati yang
sempurna” katanya, “Takbercacat dan tak bernoda”.
Lalu
ia melangkahkan kakinya keluar. Ia mulai mengamati hati orang-orang di
sekitarnya. Ada yang terpancar indah seperti
miliknya, ada yang terdapat luka, ada yang besar, ada yang kecil, dan sebagainya.
“Wow, luarbiasa…” katanya lagi. Si anak SMP makin yakin bahwa hatinyalah
yang paling sempurna karena ia tidak melihat ada hati yang lebih indah dari miliknya.
Pandangan
si Anak SMP terpaku saat melihat seorang wanita tua yang menggunakan penutup kepala.Wanita
tua itu hampir tidak kelihatan wajahnya.Wanita tua itu berhati sangat besar tetapi
tak berbentuk. Anak SMP itu heran kenapa
banyak sekali lubang yang ternganga di hati orang itu. Ia berjalan mendekat
ke arah si wanita tua dan bertanya kepadanya.
“Kenapa hatimu seperti itu? Kenapa tidak berbentuk sempurna dan indah
seperti milik saya?” Katanya setengah pamer.
Jawab wanita itu, “Mungkin karena
kamu masih SMP dan belum te lalu memahami dunia.”
Wanita tua melanjutkan, “Setiap saya
mencintai seseorang, aku mencongkel hati ini dan kuberikan padanya. Begitu pula
jika saya menolong orang, selalu ada serpihan hati yang ku bagi pada orang
itu.Dulu, saat saya masih muda dan bergaul dengan banyak sahabat, hati saya teriris-iris
karena harus ku bagi pada banyak sekali teman. Saat saya mulai menikah dan punya
anak, hati saya hampir habis tersayat-sayat untuk memahami suami dan mengasuh anak.”
“Tetapi, ada suatu saat di mana
orang-orang juga mulai membagi hati padasaya. Mereka juga belajar mengiris hatinya
untuk menutup setiap luka di hati saya hingga bertumpuk-tumpuk, itulah sebabnya
kenapa hati saya beber apa kali lipat lebih besar dari hatimu, sekalipun tidak berbentuk
lagi. Memang, tidak semuanya mau berbuat demikian, itulah sebabnya kenapa masih
banyak sekali lubang menganga di hati ini.
Sekarang, hati siapa yang lebih indah? Hatiku atau hatimu?”
Si
anak SMP tertegun untuk sekian lama. Ia mulai menyadari bahwa hati wanita tua itu
jauh lebih sempurna dari hatinya. Luka, cacat, dan banyaknya tambalan di hati wanita
itu justru menjadikannya lebih indah dan lebih besar dari miliknya. Setiap lubangnya
seolah berbicara tentang cinta dan ketulusan di kehidupan yang dijalaninya. Sejenak,
si anak SMP mulai mengamati wajah wanita tua. Ia terperanjat ketika wanita tua itu
ternyata ibunya sendiri.
syai srantri
Di Jarah Oleh Beliau
Erat pasungmu yang tak dapat
membuatku meng inspirasikan
Tentang keinginanku di masa depan
Aku bagai tawanan yang berada
dalam tahanan
Yang punya keinginan berupa
impian
Bagai api yang berkobar lalu kau
siram
Ku genggam kata yang slalu kau
ucapkan
Ku tunggu sebuah ke pastian
Ku dengar slalu dalam lamunan
Sajak-sajakmu yang masih ku
simpan
Bagiku yang tak masuk akal
Dengan kata, pengetahuanmu yang
masih dangkal
Apa mugkin aku menuruti tutur
kata yang menurutku gagal . . ?
Ketahuilah. . . . . . . . . . .
Aku punya impian
Aku punya keinginan
Aku punya pilihan
Aku punya angan
Aku punya dugaan
Aku punya tujuan
Aku punya tafsiran
Aku punya masa depan.
by: A.zairosi
seperti tak berraja
dalam kehidupan pasti ada cerita
dalam penantian pasti ada sengsara
seperti menanti keadilan dalam Negara
seperti angin halayak bersuara
tak di anggap seperti hari hari yg tlah sirna
di mata mereka bak semut sengsara
terinjak injak katanya
merdeka!!!!
dewan………………
di ujung lidahmu keadilan tak pernah menyapa
tak sedikitpun……..hanya uang yang nyata
padahal itu neraka!!!!!!
oh para pemuka…….
harus kemanakah kami?
atau engkau harus di kemanakan?
Surat
kecil untuk . . . . . .
Dalam
bekas yang usang
Ku
haturkan segenap kehidupan
Ku
alirkan mata merahku di bawah pensil kecil
Di
atas kertas yang lusuh
Yang
bermuara pada tangisan hidup
Tak
layak di pakai
Kotak
yang tak berbingkai
Pada
engkau wahai pak tua
Lihatlah
satu kali dari kedipan matamu
Pada
mereka seakan jelata
Tapi
bukan jelata hakikatnya
Namun
penuntut keadilan
Yang
berdiri tanpa mengenal lelah
*by: U- anak pena
*by: U- anak pena
EmoticonEmoticon